CONTOH CERPEN OSPEK

Langit begitu gundah gulana. Tampak sekali awan hitam berarak-arak menumpuk diatas sana menandakan seperti hendak hujan. Namun suasana seperti ini sudah kami rasakan sejak tadi pagi. Gerah dan sesak seakan semakin menambah siksaan yang kami rasakan. Kami harus terus berada di pinggir jalan ini sampai jadwal selesai pada pukul 3 sore nanti.
“Ingat sampai nanti jadwal kalian selesai, kalian harus tetap berdiri di sini memberi hormat kepada setiap kendaraan yang lewat” begitu kira-kira instruksi dari Neyna salah satu senior dalam acara pengenalan kampus.
“Tapi apa hubunganya sama pengenalan kampus kak?”tanyaku sembari mengacungkan tangan karena aku merasa aneh dengan ritual gila yang mereka perintahkan.
‘Hei.siapa suruh kamu untuk protes” teriak si Neyna sang senior yang memang terkenal galak dibandingkan dengan teman-temannya sambil melotot kearahku. Alhasil karena protesku malah menghasilkan hukuman yang harus aku tanyakan kepada Rendra dari fakultas Hukum ketua bagian dari panitia yang mengurusi masalah peserta yang melakukan kesalahan nanti setelah ritual gila itu.
Waktu sudah berjalan hampir 1 setengah jam, aku harus melakukan sesuatu agar ami tidak menderita. Kulihat wajah-wajah teman-temanku yang kelihatan sangat menderita dengan siksaan yang diberikan oleh panitia. Saat pandanganku sampai pada si Culun Edo kami biasa menyebutnya begitu karena kebetulan kami 1 sekolah saat masih SMA. Segera aku sampaikan ide gila itu kepada teman-temanku sembari berbisik-bisik karena takut si Irwan pendamping kami yang tengah menikmati es tehnya mendegar apa yang aku rencanakan. Semua teman-temanku mendukung apa yang aku sampaikan. Sekarang tinggal bisa tidak Edo melaksanakan apa yang kau rencanakan.
“Bruk..” terdengar suara keras seperti orang yang jatuh dari sebelah kanan barisanku. Aku dan teman-teman panik melihat apa yang terjadi. Terlihat Edo terkapar sambil klepek-klepek merem melek. Irwan yang tengah asyik menikmati es tehnyapun berlari kearah kami yang sibuk memberikan pertolongan kepada Edo.
“Ada apa?” tanya Irwan kepada kami.
“Gak tahu kak. Mungkin tidak tahan. Mungkin lebih baik kita bawa saja ke dokter sapa tahu parah.” Nadya memberi usul sambil berkedip kearahku. Tak berapa lama, sebuah mobil milik panitia datang menjemput Edo untuk dibawa ke dokter. Dan dengan alasan ingin mendsampingi Edo maka kamipun diijinkan untuk ikut serta.

No comments:

Post a Comment